Sering
kita dengar akhir-akhir ini bahwa pakaian umat Hindu khususnya bagi para perempuan
Hindu jika ke pura memakai baju ke pura yang pornografi, karena kain yang
digunakan adalah kain yang transparan. Padahal jika kita telusuri pakaian
seorang perempuan Hindu yang seperti itu adalah sebuah kekuatan iman seorang
pria Hindu yang bisa dijadikan sebagai kekuatan mengekang nafsu disaat
pikirannya yang harus dituntut suci saat ke pura.
Tata
cara berpakaian ke pura sebagai perempuan Hindu adalah sebuah pikiran suci dan
bersih yang merupakan hak asasi manusia. Hak tersebut bisa berjalan dengan
baik, jika diimbangi dengan pikiran yang suci dan bersih serta dapat mengekang
hawa nafsu. Di lain pihak sering orang berpikir negatif tentang pakaian ke pura
perempuan Hindu.
Perempuan
Bali dikenal suka berpeluh, pantang berpangku tangan. Mereka pekerja tekun dan
gigih. Jika begitu sibuk wanita Bali dengan pekerjaan sehari-hari, kapan mereka
bersolek?Apakah perempuan Bali tidak senang memanjakan diri?Berhias,
mempercantik diri, merupakan kodrat perempuan. Dengan kecantikan, kemesraan dan
kemanjaan, perempuan memikat laki-laki. Setiap perempuan punya naluri
menampilkan sex appeal agar laki-laki
merubung mereka.
Perempuan
Bali menampakkan pesona kecantikannya sebagai wanita-wanita metropolitan,
gadis-gadis modern, memikat laki-laki lewat penampilan busana menggairahkan di
pesta-pesta. Mereka hadir di pub, kafe, restoran, pesta ulang tahun,
perayaan-perayaan dengan busana menggoda, yang membuat laki-laki jelalatan.
Mereka tampil seksi dengan bikini di kolam renang dan di pantai. Di
tempat-tempat ini kaum lelaki cuci mata, mencuri pandang buah dada yang
menantang atau pinggul yang padat bergoyang. Namun beda dengan pakaian ke pura
yang serba suci dan transparan karena model kebaya yang seperti itu, dengan
tidak berdampak bagi pria yang ada di pura pada saat mereka berdampingan.
Tetapi itulah Bali memberikan pesona tersendiri dan tergantung dalam pikiran
yang suci yang dimiliki orang Bali.
Apakah
perempuan Bali juga memilih kolam renang atau pantai tempat memamerkan daya
tarik seks? Jika kita pergi ke Sanur saat hari raya banyu pinaruh, ketika orang Bali mandi berenang di laut, kita tidak
bakaln menyaksikan perempuan Bali mandi berbikini. Mereka mengenakan busana
lengkap, baju t-shirt dengan kain
melilit sepinggang. Ada juga yang mengenakan celana pendek, namun tidak seorang
pun berbikini. Kebanyakan wanita Bali malu-malu mengenakan bikini. Jika ada
yang coba-coba berbikini mandi di laut, biasanya rekannya mengkritik, “Huh, dia
sudah menjadi perempuan kebarat-baratan!”.
Namun
tampil seksi, menyuguhkan kemolekan dan kecantikan, merupakan naluri perempuan
mana pun, dari seluruh lapisan dan kelas. Tidak terkecuali perempuan Bali.
Lazimnya, perempuan Bali menonjolkan sex
appeal mereka di tempat-tempat kegiatan upacara adat dan keagamaan. Jika
ada piodalan, sanak saudara atau kerabat menikah, upacara potong gigi,
merupakan kesempatan bagi perempuan Bali untuk tampil penuh pesona dan seksi.
Tentu mereka tidak menggunakan bikini, namun orang Bali selalu kreatif
menampilkan lekuk tubuh mereka kendati dengan pakaian kebaya lengkap. Mereka
mengenakan kebaya brokat transparan, sehingga kulit kelihatan remang-remang,
dan kutangnya jelas kelihatan. Maka jika kita hadir di acara-acara keagamaan di
tempat-tempat suci, ketika piodalan di pura, justru dengan leluasa bisa menatap
dada wanita Bali yang tembus pandang karena mengenakan brokat transparan.
Majalah
Sarad yang terbit di Denpasar, edisi
Maret 2000, ketika majalah itu baru berusia tiga bulan, melaporkan kegairahan
fashion kaum remaja Bali yang doyan mengenakan kebaya tembus pandang ini. Sarad
menyebutkan sebagai kebaya “jala ikan”, karena selain transparan, kebaya itu
berlobang-lobang, sehingga kutang jelas tampak. Selera kaum remaja ini kemudian
diikuti ibu-ibu di pedesaan. Yang tampak di balik kebaya transparan ini BH yang
kumal, karena sering dikenakan ketika memetik tomat dan sayur di kebun.
Belakangan
muncul kebaya dengan belahan V, yang makin berupaya menonjolkan daya tarik
payudara. Perempuan Bali ternyata tidak cukup menyuguhkan daya pikat kulit
mulus lewat kebaya transparan, juga merasa penting menampilkan tonjolan dada
dan seksi. Dan tampil seksi ini mereka lakukan di tempat-tempat suci, di pura
yang justru semestinya mereka tampil anggun, menutup aurat, sehingga laki-laki
yang melakukan persembahyangan bisa tenang, tidak tergoda daya tarik seks
wanita di sebelah menyebelah mereka.
Perempuan
Bali memang unik dan aneh. Mereka menonjolkan daya pikat tubuh, sex appeal, tidak di tempat sepantasnya.
Mereka malu berbikini di kolam renang atau pantai, namun tidak risih sedikit
pun mengenakan kebaya “jala ikan” di tempat suci. Selalu tampil seksi di tempat
suci, kini menjadi pilihan perempuan Bali, terutama kaum remaja. Tempat suci
dan acara adat keagamaan, menjadi peluang untuk menonjolkan daya pikat
kewanitaan , daya tarik seks. Tidak heran, jika banyak laki-laki yang sedang
piknik senang datang ke tempat-tempat suci untuk menonton perempuan Bali tampil
seksi. Kekaguman ketika kegiatan upacara adat dan agama tengah berlangsung,
tidak di pestaatau di pusat perbelanjaan.
Hak
berpakaian kebaya transparan bagi perempuan Bali sangat lah sesuatu yang sudah
lazim kita dapati dan merupakan sebuah kekokohan budaya yang bisa menanamkan
nafsu seorang laki-laki untuk tidak tergoda serta pakaian kebaya yang digunakan
saat ke pura adalah sebuah kepercayaan dan patut diluruskan akan keseksian
pakaian kebaya ke pura yang dianggap pornografi selama ini kebanyakan orang.
Berbusana
adalah sebuah tatanan budaya masing-masing tempat dan tujuannya sangat
ditentukan oleh masing-masing situasi dan kondisi. Selain pakaian bukan jaminan
orang untuk menilai sebuah pornografi, tetapi darimana sudut pandang kita
menilai sebuah kelayakan dan sepantasnya kita berpakaian yang berbudaya timur.
Kebaya adalah pakaian adat Hindu saat ke Pura bukanlah hal yang awam lagi,
melainkan suatu hal yang patut kita lestarikan sesuai norma dan tata susila
yang ada saat ini kita pandang sebagai hal yang sah-sah saja. Jika dilihat dari
berpakaian saja saat ke Pura bukan lah hal yang kita jadikan perguncingkan
melainkan sebagai hal introspeksi diri dan kekuatan untuk menahan nafsu untuk
berpikiran suci. Hak kita adalah sebagai budaya yang patut kita pertahankan
untuk kemajuan kita semua.
Good Job Maju Terus Smp WIsata Sanur
BalasHapusIjin COpas yaa???