HTML JAVA

Rabu, 17 April 2013

TATA CARA BERPAKAIAN SAAT KE PURA SEBAGAI CIRI KHAS BUDAYA BALI YANG MENGHARGAI SENI DAN ETIKA DALAM MENGHORMATI WANITA


Sering kita dengar akhir-akhir ini bahwa pakaian umat Hindu khususnya bagi para perempuan Hindu jika ke pura memakai baju ke pura yang pornografi, karena kain yang digunakan adalah kain yang transparan. Padahal jika kita telusuri pakaian seorang perempuan Hindu yang seperti itu adalah sebuah kekuatan iman seorang pria Hindu yang bisa dijadikan sebagai kekuatan mengekang nafsu disaat pikirannya yang harus dituntut suci saat ke pura.
Tata cara berpakaian ke pura sebagai perempuan Hindu adalah sebuah pikiran suci dan bersih yang merupakan hak asasi manusia. Hak tersebut bisa berjalan dengan baik, jika diimbangi dengan pikiran yang suci dan bersih serta dapat mengekang hawa nafsu. Di lain pihak sering orang berpikir negatif tentang pakaian ke pura perempuan Hindu.
Perempuan Bali dikenal suka berpeluh, pantang berpangku tangan. Mereka pekerja tekun dan gigih. Jika begitu sibuk wanita Bali dengan pekerjaan sehari-hari, kapan mereka bersolek?Apakah perempuan Bali tidak senang memanjakan diri?Berhias, mempercantik diri, merupakan kodrat perempuan. Dengan kecantikan, kemesraan dan kemanjaan, perempuan memikat laki-laki. Setiap perempuan punya naluri menampilkan sex appeal agar laki-laki merubung mereka.
Perempuan Bali menampakkan pesona kecantikannya sebagai wanita-wanita metropolitan, gadis-gadis modern, memikat laki-laki lewat penampilan busana menggairahkan di pesta-pesta. Mereka hadir di pub, kafe, restoran, pesta ulang tahun, perayaan-perayaan dengan busana menggoda, yang membuat laki-laki jelalatan. Mereka tampil seksi dengan bikini di kolam renang dan di pantai. Di tempat-tempat ini kaum lelaki cuci mata, mencuri pandang buah dada yang menantang atau pinggul yang padat bergoyang. Namun beda dengan pakaian ke pura yang serba suci dan transparan karena model kebaya yang seperti itu, dengan tidak berdampak bagi pria yang ada di pura pada saat mereka berdampingan. Tetapi itulah Bali memberikan pesona tersendiri dan tergantung dalam pikiran yang suci yang dimiliki orang Bali.
Apakah perempuan Bali juga memilih kolam renang atau pantai tempat memamerkan daya tarik seks? Jika kita pergi ke Sanur saat hari raya banyu pinaruh, ketika orang Bali mandi berenang di laut, kita tidak bakaln menyaksikan perempuan Bali mandi berbikini. Mereka mengenakan busana lengkap, baju t-shirt dengan kain melilit sepinggang. Ada juga yang mengenakan celana pendek, namun tidak seorang pun berbikini. Kebanyakan wanita Bali malu-malu mengenakan bikini. Jika ada yang coba-coba berbikini mandi di laut, biasanya rekannya mengkritik, “Huh, dia sudah menjadi perempuan kebarat-baratan!”.
Namun tampil seksi, menyuguhkan kemolekan dan kecantikan, merupakan naluri perempuan mana pun, dari seluruh lapisan dan kelas. Tidak terkecuali perempuan Bali. Lazimnya, perempuan Bali menonjolkan sex appeal mereka di tempat-tempat kegiatan upacara adat dan keagamaan. Jika ada piodalan, sanak saudara atau kerabat menikah, upacara potong gigi, merupakan kesempatan bagi perempuan Bali untuk tampil penuh pesona dan seksi. Tentu mereka tidak menggunakan bikini, namun orang Bali selalu kreatif menampilkan lekuk tubuh mereka kendati dengan pakaian kebaya lengkap. Mereka mengenakan kebaya brokat transparan, sehingga kulit kelihatan remang-remang, dan kutangnya jelas kelihatan. Maka jika kita hadir di acara-acara keagamaan di tempat-tempat suci, ketika piodalan di pura, justru dengan leluasa bisa menatap dada wanita Bali yang tembus pandang karena mengenakan brokat transparan.
Majalah Sarad yang terbit di Denpasar, edisi Maret 2000, ketika majalah itu baru berusia tiga bulan, melaporkan kegairahan fashion kaum remaja Bali yang doyan mengenakan kebaya tembus pandang ini. Sarad menyebutkan sebagai kebaya “jala ikan”, karena selain transparan, kebaya itu berlobang-lobang, sehingga kutang jelas tampak. Selera kaum remaja ini kemudian diikuti ibu-ibu di pedesaan. Yang tampak di balik kebaya transparan ini BH yang kumal, karena sering dikenakan ketika memetik tomat dan sayur di kebun.
Belakangan muncul kebaya dengan belahan V, yang makin berupaya menonjolkan daya tarik payudara. Perempuan Bali ternyata tidak cukup menyuguhkan daya pikat kulit mulus lewat kebaya transparan, juga merasa penting menampilkan tonjolan dada dan seksi. Dan tampil seksi ini mereka lakukan di tempat-tempat suci, di pura yang justru semestinya mereka tampil anggun, menutup aurat, sehingga laki-laki yang melakukan persembahyangan bisa tenang, tidak tergoda daya tarik seks wanita di sebelah menyebelah mereka.
Perempuan Bali memang unik dan aneh. Mereka menonjolkan daya pikat tubuh, sex appeal, tidak di tempat sepantasnya. Mereka malu berbikini di kolam renang atau pantai, namun tidak risih sedikit pun mengenakan kebaya “jala ikan” di tempat suci. Selalu tampil seksi di tempat suci, kini menjadi pilihan perempuan Bali, terutama kaum remaja. Tempat suci dan acara adat keagamaan, menjadi peluang untuk menonjolkan daya pikat kewanitaan , daya tarik seks. Tidak heran, jika banyak laki-laki yang sedang piknik senang datang ke tempat-tempat suci untuk menonton perempuan Bali tampil seksi. Kekaguman ketika kegiatan upacara adat dan agama tengah berlangsung, tidak di pestaatau di pusat perbelanjaan.
Hak berpakaian kebaya transparan bagi perempuan Bali sangat lah sesuatu yang sudah lazim kita dapati dan merupakan sebuah kekokohan budaya yang bisa menanamkan nafsu seorang laki-laki untuk tidak tergoda serta pakaian kebaya yang digunakan saat ke pura adalah sebuah kepercayaan dan patut diluruskan akan keseksian pakaian kebaya ke pura yang dianggap pornografi selama ini kebanyakan orang.
Berbusana adalah sebuah tatanan budaya masing-masing tempat dan tujuannya sangat ditentukan oleh masing-masing situasi dan kondisi. Selain pakaian bukan jaminan orang untuk menilai sebuah pornografi, tetapi darimana sudut pandang kita menilai sebuah kelayakan dan sepantasnya kita berpakaian yang berbudaya timur. Kebaya adalah pakaian adat Hindu saat ke Pura bukanlah hal yang awam lagi, melainkan suatu hal yang patut kita lestarikan sesuai norma dan tata susila yang ada saat ini kita pandang sebagai hal yang sah-sah saja. Jika dilihat dari berpakaian saja saat ke Pura bukan lah hal yang kita jadikan perguncingkan melainkan sebagai hal introspeksi diri dan kekuatan untuk menahan nafsu untuk berpikiran suci. Hak kita adalah sebagai budaya yang patut kita pertahankan untuk kemajuan kita semua.

1 komentar: